Kanker Tak Harus Kemoterapi, Pengobatan Alternatifnya Seperti Ini

Kanker Tak Harus Kemoterapi, Pengobatan Alternatifnya Seperti Ini

Kanker Tak Harus Kemoterapi, Pengobatan Alternatifnya Seperti Ini

Jakarta – Data Badan Kesehatan Dunia atau WHO menyebutkan bahwa jumlah kasus dan kematian akibat penyakit kanker mencapai 18,1 juta kasus dan 9,6 juta kematian di tahun 2018. Sementara di Indonesia, kasus kematian akibat kanker juga diperkirakan akan terus meningkat apabila tidak ada tindakan antisipasi dari sekarang.
Merupakan penyakit penyebab kematian terbesar di seluruh dunia, kanker terutama di negara berkembang seperti Indonesia kebanyakan terdiagnosis pada stadium yang sudah lanjut. Hal ini menyebabkan pengobatan dapat terkendala oleh tingginya biaya, kualitas hidup yang sudah mulai menurun, hingga tingkat kesembuhan yang rendah.

Pengobatan Kemoterapi untuk Pasien Kanker

Pengobatan untuk pasien kanker yang paling banyak diketahui masyarakat umum adalah kemoterapi saja. Kemoterapi sendiri adalah pengobatan dengan cara memberantas sel kanker yang bersarang di dalam tubuh.

Dokter Ahli Penyakit Darah dan Kanker dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr. Wulyo Rajabto, SpPD KHOM mengatakan kemoterapi dapat menimbulkan efek samping seperti rambut rontok, mual dan muntah, sariawan, diare, kebas atau kesemutan di lengan dan tungkai, bahkan bisa juga menimbulkan demam. Pasien yang sedang dalam pengobatan kemoterapi pun perlu berada dalam pengawasan dokter ahli penyakit darah dan kanker di rumah sakit masing-masing.

Lebih lanjut, dr. Wulyo menjelaskan kemoterapi juga merupakan salah satu jenis pengobatan kanker yang bekerja dengan menghancurkan sel kanker. Kemoterapi bekerja dengan menghentikan atau menghambat pertumbuhan sel kanker yang membelah diri dan berkembang dengan cepat.

Proses Pengobatan Kemoterapi

Apabila pasien kanker hendak melakukan pengobatan kemoterapi, maka proses yang perlu dijalani pun tidak singkat, karena bukan berarti seseorang yang didiagnosis menderita kanker dapat langsung melakukan tindakan kemoterapi. Terdapat syarat dan prosedur yang perlu diikuti oleh pasien.

“Syaratnya? Diagnosisnya ya, mesti tepat. Misalnya kanker payudara melalui biopsi. Kalau sudah benar, lakukan staging, stadium berapa, apakah perlu operasi dahulu, baru dipertimbangkan untuk dilakukan kemoterapi atau kemoterapi dahulu baru kemudian operasi,” jelas dr. Wulyo.

Selain diagnosis yang tepat, pasien penderita kanker yang akan menjalani kemoterapi perlu dipastikan status fungsionalnya, seperti mampu menjalani kehidupan dasar rutin sehari-hari tanpa ketergantungan terhadap orang lain, sehat secara fisik, dan fungsi organ dalam tubuh seperti jantung, ginjal, liver, dan organ vital lainnya harus dalam keadaan fit.

Semakin Dini Deteksi, Maka Semakin Baik

Pengobatan kemoterapi pada pasien kanker stadium dini bertujuan untuk mencegah penyakit kambuh dan menyebar ke organ tubuh lain, dan pasien pun bisa sembuh dan bersih dari penyakit kanker. Semakin dini stadium kanker terdeteksi, maka semakin besar juga tingkat kesembuhannya. Jika kanker sudah pada tingkat stadium lanjut, maka tingkat kesembuhannya pun lebih kecil.

Terapi Sistemik Kanker Sebagai Opsi Selain Kemoterapi

Metode pengobatan kanker kini tidak hanya sebatas kemoterapi saja, kini telah berkembang metode lain yang dapat menjadi opsi pengobatan untuk pasien penderita kanker. Salah satunya adalah terapi target.

dr. Wulyo menjelaskan terapi target adalah salah satu metode pengobatan kanker yang menghalangi sinyal kimia di tingkat sel, yang menjadi tempat pertumbuhan dan pembelahan sel kanker terjadi. Ia pun menyebutkan sederhananya, terapi target langsung menuju ke inti kanker, dan memiliki efek samping yang tidak lebih berat dibandingkan kemoterapi.

Selain terapi target, kemajuan pengobatan kanker lainnya adalah immunotherapy. Immunotherapy adalah pengobatan yang mengoptimalisasi sel-sel imun tubuh agar mengenali dan menghancurkan sel-sel kanker. Pengobatan ini telah banyak digunakan oleh dokter ahli darah dan kanker, terutama pada kanker paru, kanker kulit jenis melanoma, kanker ginjal, dan kanker saluran kemih.

“Efek samping immunotherapy biasanya adalah seperti penyakit autoimun atau reaksi alergi yang berlebihan, paling sering ke organ tiroid tiroid, kalo kena ke tiroid, produksi hormonnya bisa berlebihan atau berkurang, sendi, kulit, organ paru. Sedangkan efek samping autoimun ke organ liver, ginjal, dan jantung lebih sedikit” ucap dr. Wulyo.

Karena itu, dr Wulyo menegaskan pasien immunotherapy perlu melakukan kontrol dengan pasti ke dokter ahli darah dan kanker agar kondisinya dapat termonitor dengan teliti..

dr. Wulyo menjelaskan ke depannya akan semakin banyak terapi anti kanker yang muncul selain kemoterapi seiring dengan berkembangnya teknologi kedokteran, farmasi, dan laboratorium. Oleh karena itu, penyakit kanker pun bisa semakin ditangani dengan lebih baik lagi.

dr. Wulyo juga menegaskan yang terpenting adalah masyarakat harus lebih memerhatikan kesehatan terhadap tubuhnya sendiri, dan segera melakukan kontrol ke dokter apabila muncul keluhan. Sehingga, kanker dapat dideteksi pada stadium dini dan meningkatkan peluang kesembuhannya.

Cancer Center MH didedikasikan untuk layanan menyeluruh mulai dari pencegahan, deteksi dini, diagnosis, pengobatan, dan terapi berkelanjutan untuk tumor dan kanker, yang didukung oleh tim multispesialis dan fasilitas terkini.

Cancer Center kami memberikan terapi komprehensif mulai dari pembedahan, advanced systemic therapy, dan radioterapi. Didukung tim multidisiplin yang lengkap, terdiri dari Dokter Bedah Onkologi, Dokter Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi, Dokter Onkologi Radiasi, Dokter Ginekologi Onkologi, dan spesialis lain sesuai kebutuhan pasien.

Untuk melakukan reservasi dan konsultasi dengan dokter terkait, Anda bisa mengunjungi laman resmi Mayapada Hospital atau click here.